“Lie, gue tambah takut deh sama cowok itu…!” Lani curhat pada sahabatnya, Ellie.
“cowok itu siapa Lan? Lo kalau ngomong yang lengkap dan jelas, dong,” Ellie dengan cepat menanggapi sahabatnya.
“Ituuu, tetangga baru deket rumah gue! Mukanya itu lho, serem banget, mirip penjahat-penjahat di film india, gitu!” cerita Lani yang disambut tawa keras dari Ellie.
“Ha… ha… ha… jadi lo ketakutan cuma gara-gara tampangnya? Konyol banget sih Lin. Umur lo sekarang berapa sih? Masih ngeliat orang dari tampangnya.”
“Bukaaaan… bukan Cuma karena tampangnya yang nyeremin. Gue tambah takut sama dia karena akhir-akhir ini kalau gue lewat di depan rumahnya, cowok itu ngeliatin gue terus. Gue ngerasa dia punya niat jahat gitu, wajar kan kalau gue akhirnya phobia sama dia,” Lani membela diri.
“Hah, orang punya mata ya wajar dong kalau ngeliat yang ada di sekitar dia. Lo nya aja yang berlebihan GR-nya, he… he… he! Udah, nggak usah di pikirin, lebih baik mikirin tugas Bahasa Indonesia buat besok,” Ellie mengakhiri pembicaraan tanpa berusaha menenangkan Lani.
Sepulang kuliah Lani kembali melewati rumah tetangga barunya itu. Firasat mengatakan bahwa cowok itu akan memperhatikannya lagi. Kalau di perhatiin sih, cowok itu sebenarnya tidak menyeramkan. Umurnya pun hanya dua atau tiga tahun lebih tua dari Lani. Hanya saja ia memiliki kulit sawo matang, tubuhnya tinggi besar, lumayan manis tampangnya, he… he… he…! dan punya sedikit janggut. Mungkin itu yang membuat dia terlihat seram (padahal nggak seram lho :D). Lani yang mulai ketakutan mempercepat langkahnya, bahkan menjadi hampir berlari. Kemudian, saat dia akan menyeberangi jalan, tiba-tiba… cccccckkkiiittt…
Lani membuka matanya, dia kaget karena disampingnya duduk cowok yang menyeramkan itu. Melihat Lani sudah siuman, cowok itu mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
“Tadi kamu hampir tertabrak mobil. Waktu nyebrang nggak lihat kanan kiri sih. Aku langsung tarik tangan kamu waktu mobil itu hampir nabrak, tapi kamu tiba-tiba pingsan, jadi aku bawa ke rumah aku deh. Kamu nggak apa-apa kan?” kata cowok itu.
“Eh… iiiya…,” Lani menjawab pertanyaan cowok itu dengan gagap. Dia masih kaget dan bingung dengan apa yang terjadi. Mengerti kalau Lani masih agak bingung, cowok itu kemudian memperkenalkan dirinya.
“Namaku Aldino, tapi panggil aja Dino. Aku tetangga baru kamu, pindahan dari Bandung. Oh, iya, nama kamu siapa?” cowok yang ternyata bernama Dino itu ternyata bukan cowok jahat seperti yang di pikirkan oleh Lani, dia baik dan ramah.
“Aku Lani,” kata Lani singkat.
“Kamu tuh mirip banget sama adik aku yang tinggal di Bogor sama nenek aku. Aku udah lama nggak ketemu dia, makanya aku sering ngeliatin kamu. Maaf, ya. Karena sudah sering ngeliatin kamu, aku udah tau kebiasaan kamu kalau nyebrang jalan. Pasti nunggu orang lain nyebrang dulu, biar bisa bareng kan? Hehe… “ Dino tertawa.
“Waktu nyebrang kamu juga suka kelihatan panic. Padahal lalu lintas di sini kan rame banget. Nggak tahu kenapa, aku jadi suka khawatir kalau kamu nggak punya teman nyebrang atau lalu lintas lagi rame banget. Mungkin karena aku jadi ingat sama adik aku kalau lihat kamu. Eh, iya, minum dulu nih,” penjelasan Dino ini membuat Lani semakin tidak bisa berkata apa-apa.
Siapa sangka orang yang dia kira punya maksud jahat padanya adalah orang yang sangat baik, bahkan telah menyelamatkannya? Lani pun sekarang paham kenapa Dino sering memperhatikannya. Sama sekali berbeda dengan yang dipikirkan olehnya. Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Ellie, kita tidak boleh melihat seseorang dari penampilannya saja, apalagi berprasangka buruk. Lani jadi merasa bersalah.
“Emm… maaf ya,” kata Lani.
“Lho kok malah minta maaf? Setahu aku kalau habis ditolongin itu ngucapin terima kasih bukannya maaf, hehe… “ Dino menjawab dengan candaan yang membuat Lani tertawa menyadari kebodohannya. Tentu saja Dino tidak mengerti kenapa dia meminta maaf.
“Terus, kenapa dong kamu minta maaf sama aku? Kamu kan nggak salah, ngobrol juga baru sekali ini kan?”
“Anuuu… eh, tapi sebelum aku jelasin aku mau ngucapin makasih dulu deh. Makasih banyak ya udah nolongin aku.”
“Aku tadi cuma bercanda lho, tapi nggak apa-apa deh, aku terima ucapan makasihnya, hehehehe. Eh, terus kenapa dong kamu minta maaf?”
“Emm… jadi sebenarnya kemarin itu…” Lani kemudian menjelaskan apa yang ada di pikirannya selama ini, Dino pun tertawa mendengarnya. Dia tidak tersinggung apalagi marah. Ketika akhirnya mereka malah bisa ngobrol banyak, Lani jadi tak sabar untuk menceritakan pengalaman tak terduga ini pada Ellie.***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar